Sejarah





Jenis Pelayanan      :    
> Pendidikan Kesetaraan Kejar Paket A, B, & C
> Pendidikan Layanan Khusus Untuk Anak Jalanan
> Pendidikan Layanan Khusus Anak Daerah Terpencil

> Penelitian Anak dan Perempuan
> Program Beasiswa dengan Sistem Orang Tua Asuh
> Pmbinaan Keagamaan dan Mental Spiritual
> Pendidikan Keterampilan (Life Skill)
> Pertanian (Budi Daya Belimbing Manis)
> Pembinaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
> Pembinaan Usaha Ekonomi Produktif (UEP)
> Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat
> Konsultansi dan Pendampingan Anak Jalanan
> Pendampingan Intensif (Expert)
> Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)

SEJARAH SINGKAT
 
awal mula terjadinya krisis politik serta kebangkrutan ekonomi, ada sekelompok aktivis mahasiswa yang tergabung dalam sebuah kelompok kajian sosial akademis yang cukup intens bernama Forum Studi Dialektika (FOSTUDIA), merasa gelisah dan sekaligus prihatin dengan nasib bangsanya sendiri, terutama fenomena meningkatnya jumlah anak-anak putus sekolah dan anak jalanan/terlantar. Mereka sudah bosan dengan berbagai aksi demonstrasi yang selalu mengusung jargon “reformasi’ yang dinilainya kurang lagi menyuarakan kepentingan lapisan masyarakat bawah. 
Forum tersebut beranggotakan mahasiswa-mahasiswa lintas perguruan tinggi yang terdiri dari mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak (PGTK) Darul Qalam, dan Bina Sarana Informatika (BSI). Forum ini sepakat untuk menampilkan sebuah “reformasi gaya baru” yang bersentuhan dengan sendi-sendi kehidupan masyarakat secara langsung. Karena itu kemudian dirumuskan sebuah agenda aksi sosial dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan-kemungkinan yang sekiranya dapat dilakukan. Maka, kelompok masyarakat anak jalanan menjadi prioritas utama, mengingat kelompok masyarakat ini tergolong rawan sosial dan masalahnya kompleks sekali. 

Aksi sosial yang dilakukan adalah berupa kepedulian terhadap nasib pendidikan, kesehatan, kesejahteraan anak jalanan/terlantar yang kemudian diujudkan dalam bentuk pendidikan luar sekolah paket A setara SD, dan pelayanan kesehatan masyarakat. Kegiatan pembelajaran tersebut awalnya dilaksanakan di Masjid Pasar Kebayoran Lama, tepatnya bulan Juni 1997, dengan warga belajar umumnya anak jalanan dan anak pemulung berjumlah 73 anak. Saat itu proses kegiatan pembelajaran bernaung dibawah sebuah Rumah Singgah sosial.

Namun  kegiatan kurang berjalan mulus karena ada kekurang-sepahaman antara kelompok mahasiswa yang mengusung idealisme dengan pihak Rumah Singgah yang berujung pada hengkangnya kelompok mahasiswa dari kegiatan tersebut. Akhirnya kegiatan belajar mengajar menjadi bubar.

Sekelompok mahasiswa tersebut tidak patah arang dan ingin tetap berbagi dengan sesama. Tepatnya awal bulan Juni 1998, pasca reformasi bergulir, dengan tekad yang bulat dan dibarengi oleh kejenuhan berdemonstrasi mereka kembali turun gelanggang melakukan aksi sosial di daerah Pasar Minggu Jakarta Selatan, yang kemudian berubah nama menjadi Pusat Pembinaan dan Pemberdayaan Anak Jalanan (P3A). Nama ini lebih spesifik dan mencerminkan sebuah wadah pembinaan terhadap anak jalanan.  

Assessment dan Pendampingan  di Lampu Merah 
Pada awalnya kegiatan ini hanyalah kegiatan kemahasiswaan biasa. Namun dalam perjalanananya, kegiatan tersebut mendapatkan dukungan luas  dari berbagai kalangan baik mpemerintah maupun masyarakat. Dari pihak pemerintah, dukungan datang secara langsung  dari Dirjen Dikluspora Depdiknas RI, waktu itu, Bapak Prof. Dr. Sudijarto. Bahkan Dharma Wanita Dikluspora dan Depdiknas RI adalah salah satu donatur kegiatan tersebut. Kemudian kegiatan pembelajaran tersebut diresmikan langsung oleh Ibu Soerono (Kasi Dikmenti DKI Jakarta) pada bulan Juni 1998 bertempat di Masjid Al-Awwabin Polsek Pasar Minggu.

Dari kelompok masyarakat,  kegiatan tersebut mendapatkan dukungan dari berbagai kelompok pengajian serta perorangan, bahkan ada dari kalangan pengusaha. Seperti Pengajian Jenggala Cipete Selatan, Yayasan RAHMA (yang menyediakan nasi murah/cepek), Pengajian Keluarga Sakinah, Pengajian Rosida, Pengajian Pondok Labu, dll.


Pelayanan Kesehatan dengan Sertifikat Sehat tampak dalam gambar anak asuh sedang dirawat di RSCM selama 6 bulan akibat tergilas kereta api di Stasiun Depok
Mengingat kegiatan sosial tersebut haruslah berkesinambungan dan mesti ada pertanggungjawaban secara yuridis, muncul desakan dari kalangan masyarakat agar wadahnya berbadan hukum. Karena itu kelompok mahasiswa tersebut mulai berpikir keras serta melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh nasional untuk mendukung kelangsungan serta keberhasilan proses belajar mengajar tersebut.

Maka, muncullah beberapa nama tokoh nasional seperti Hj. Anniswati M. Kamaluddin (Ketua Presidium Majlis Nasional KAHMI), Prof. Dr. Marwah Daud Ibrahim (anggota DPR RI), Prof. DR. Ir. H. Fachrudin (Mantan Rektor Universitas Hasanuddin Ujung Pandang yang juga anggota DPR RI), H. Houtman Z. Arifin (seorang Bankir dan Mantan Vice President Citibank), Hj. Yufimar Ali, SH (keluarga pengusaha dan anggota Dewan Pakar ICMI ORWIL DKI Jakarta), Ir. H. Dedi Sjahrir Panigoro (Pengusaha). 


Di samping mereka terlibat sebagai anggota badan pendiri, sekaligus juga sebagai dewan pembina lembaga, yang kemudian dibakukan  dengan akte notaris No. 2, tanggal 3 November 1998  dengan nama YAYASAN BINA ANAK PERTIWI, sebagai payung lembaga dari Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, Pusat Pembinaan Anak dan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Masyarakat.

Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, sebagai Pusat Pembinaan Anak dan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Masyarakat, dalam menjalankan aktifitasnya selalu bersama-sama masyarakat dimana kegiatan tersebut dilangsungkan. Adanya pengakuan masyarakat serta  rasa memiliki yang sangat tinggi terhadap lembaga merupakan modal utama keberhasilan kelangsungan program. Menciptakan rasa saling ketergantungan antara masyarakat dengan lembaga, demikian juga sebaliknya adalah merupakan suatu hal yang niscaya.



Untuk itu, diperlukan sinergisitas antara kepentingan lembaga dengan kebutuhan  masyarakat. Pihak lembaga harus mengidentifikasi jenis-jenis kebutuhan, potensi yang dimiliki serta menginvintarisasi berbagai aspirasi yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian, apa yang diprogramkan oleh lembaga adalah merupakan cerminan dari suatu kebutuhan murni serta harapan segmen-segmen masyarakat tertentu yang akan diberdayakannya.


Untuk itulah, Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, dengan motto, ”bersama untuk bangsa”,  telah melaksanakan berbagai program riil di masyarakat, seperti, Bimbingan Agama dan Etika Bermasyarakat, Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan Kerja, Pengembangan Seni Budaya (Minat dan Bakat), Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan, Pengembangan Usaha Mandiri serta Penempatan Kerja.